Jakarta-Kehadiran Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) bukanlah hasil kerja singkat. Proses pembentukannya telah dimulai saat AIPI mengumpulkan ilmuwan-ilmuwan muda Indonesia di Ternate pada 2011 lalu. Pertemuan tersebut menjadi awal mula lahirnya Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposia dan Frontiers of Social Science and Humanity Symposia.
Para alumni simposium ilmu pengetahuan garda depan itu lantas tergabung dalam jejaring ilmuwan muda AIPI yang kini sudah memiliki lebih dari 200 anggota. Dari sanalah peran ilmuwan muda semakin bergaung, dimulai dengan penyusunan buku SAINS45 hingga lahirnya ALMI.
“Peneliti berusia muda, antara 25-35 tahun berada dalam masa-masa paling kreatif,” ujar Ketua AIPI Sangkot Marzuki ketika menyambut pada anggota baru ALMI. Ia menekankan peran ilmuwan muda yang amat krusial. Banyak penemuan-penemuan penting dunia dihasilkan oleh ilmuwan muda. Sebut saja salah satu penemu model DNA, James Watson yang kala itu masih berusia 25 tahun. Begitu pula dengan Christian Eijkman yang menemukan kaitan penyakit beri-beri dengan defisiensi vitamin ketika berusia 32 tahun.
Keberadaan ALMI diharapkan dapat membuat ilmu pengetahuan semakin membumi dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Untuk mencapai tujuan tersebut, ALMI memiliki empat kelompok kerja (pokja) yaitu SainsGarda Depan; Sains dan Kebijakan; Sains dan Masyarakat; serta Sains dan Pendidikan.
***
Anggrita D. Cahyaningtyas